Selasa, 05 Agustus 2008

Jurus 'Dewa Mabuk' Gubernur Lampung

GUBERNUR ‘ GAYA KOBOY’ PROPINSI LAMPUNG
ROLLING PEJABAT BESAR-BESARAN
KANGKANGI PERATURAN PEMERINTAH


Entah apa yang ada dibenak Syamsurya Ryacudu. Sejak dilantik oleh Mendagri Mardiyanto sebagai Gubernur Lampung, menggantikan Sjachroedin ZP yang ‘turun gelanggang’ untuk mencalonkan kembali.
Syamsurya Ryacudu yang sebelumnya menjabat Wakil Gubernur, langsung bikin gebrakan rolling pejabat besar-besaran. Seakan menyimpan dendam, pada Kepala Dinas dan pejabat yang kurang ‘menghargai’ nya saat menjadi Wagub. Dalam waktu kurang dari 10 hari mulai ‘dibantai’ dengan istilah mutasi, diberhentikan bahkan tak sedikit yang di non job kan.
Dalam kurun waktu satu bulan, Sejak 2 juli 2008 hingga saat ini. Syamsurya Ryacudu telah melakukan rolling sebanyak 3 kali.
Pertama, Senin tanggal 7 Juli 2008, Syamsurya Ryacudu memindahkan posisi 8 pejabat, memensiunkan 4 pejabat sekaligus menon job kan 4 eselon II.
Kedua, Jum’at tanggal 18 Juli 2008, menon job kan 13 pejabat eselon II sekaligus melantik 32 pejabat pada beberapa dinas.
Ketiga, Syamsurya Ryacudu merolling 48 pejabat eselon II, III dan IV.
Dalam beberapa kesempatan Syamsurya Ryacudu, kerap mengatakan akan menghabiskan ‘orang-orang’ Gubernur sebelumnya. Benar tidaknya sinyalemen tersebut. Dijawab dengan kenyataan dilapangan.
Ironisnya, tidak sedikit para pejabat dari daerah salah satu Incumbent utamannya Lampung Selatan yang masuk ke Provinsi. Menjadi pertanyaan banyak pihak, adanya eksodus pejabat dari Kabupaten tersebut. Oleh karenanya beberapa pengamat mengatakan bahwa selain untuk memutus mata rantai Sjachroedin ZP yang ikut dalam pertarungan Pilgub. Syamsurya sebagai Gubernur juga menjadi ‘pemain’ bagi salah satu pasangan calon pada Pemilihan Gubernur Lampung.
Celakanya, menurut Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) Depdagri Saut Situmorang mengakui bahwa kebijakan mutasi pegawai yang dilakukan Syamsurya belum pernah dikonsultasikan kepada Mendagri. Menurutnya, mutasi pejabat hanya dapat dilakukan gubernur atas persetujuan Mendagri, Gubernur pengganti tidak boleh melakukan hal-hal yang bersifat fundamental dan radikal.
Pernyataan Kapuspen Depdagri sesuai dengan PP 49/2008 dan Perubahan Ketiga PP 6/2005 tentang Pemilihan, Pengesahan, Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah. Dalam pasal 132 ayat 1 PP itu disebutkan bahwa kepala daerah yang menggantikan kepala daerah yang mengundurkan diri untuk mencalonkan gubernur tidak diperkenankan memutasi pegawai atau membatalkan perizinan, yang bertentangan yang dikeluarkan pejabat sebelumnya.
Prilaku Syamsurya Ryacudu yang mengangkangi Peraturan Pemerintah No 49/2008 jelas-jelas merupakan kesalahan mendasar yang tidak termaafkan. Selain telah mengganggu roda pemerintahan provinsi Lampung – juga merusak sistem kepegawaian secara umum.
Karenanya, bila melihat sepak terjang Syamsurya, justru memperlihatkan arogansi seorang penguasa dan para pejabat diibaratkan hanya sebagai patung yang tidak memiliki posisi tawar sama sekali. Penilaian dan pembinaan pejabat hanya didasarkan pada like and dislike bukan karena prestasi kerja.
Kondisi ini bukan mutlak kesalahan Syamsurya Ryacudu sepenuhnya, Sekda Propinsi Lampung Irham Djafar Lan Putera yang juga sebagai Ketua Baperjakat (Badan Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan) juga menjadi pihak yang paling bertanggung jawab. Bagaimanapun Irham Djafar Lan Putera mempunyai andil ‘pengkajian’ atas pejabat-pejabat yang ditempatkan sebelumnya. Bukan lalu menjadi tukang stempel maunya Gubernur. Hal ini memperlihatkan tidak bisa menjadi dinamisator dan katalisator birokrat Lampung menyikapi ‘ambisi’Gubernurnya, termasuk memperlihatkan kualitasnya yang tidak ‘PAS’ untuk jabatan seorang birokrat nomor wahid di Propinsi Lampung.
Fungsi Sekda yang juga Ketua Baperjakat, selayaknya bukan ABS (Asal Bapak Senang) – Ketika Gubernur terdahulu menjabat pakai si A – Gubernur hari ini menjabat pakai si B buang si A dan Besok dengan Gubernur yang lain pakai si C buang yang B.
Oleh karenanya Mendagri harus mengambil sikap tegas atas, semua kesewenang-wenangan pejabat. Bila tidak, birokrasinya bukan melayani rakyat, tapi terdidik menjadi para penjilat atasan.

Heri Ch Burmelli, Lampung

Tidak ada komentar: