Selasa, 05 Agustus 2008

BUPATI MEMPERKAYA DIRI


Pemberian Tanah 4 Ribu Hektar, Pada PT BMM Sarat Korupsi
Bupati Way Kanan Diadukan Ke KPK

Pemberian izin lokasi lahan seluas 4.650 hektar milik PTPN VII Bungamayang yang diberikan Bupati Way kanan Tamanuri kepada PT. Bumi Madu mandiri memblunder.
Pasalnya tanah tersebut, ternyata milik PTPN VII. Hal ini terungkap atas pertemuan yang digagas Badan Pertanahan Nasional RI pada selasa 17 Juni 2008. Dihadiri oleh unsur Pemda Provinsi, Pemda Way Kanan, Direksi PTPN VII, Direksi PT BMM, BPN Lampung, Kejaksaan Tinggi Lampung dan masyarakat dipuuskan bahwa BPN bersama instansi terkait akan membentuk tim khusus penyelesaian lahan yang secara hukum masih milik PTPN VII. Dikatakan dia hal ini dibuktikan dengan ditolaknya permohonan pengukuran ulang lahan sesluas 4.650 hektar yang diajukan oleh PT BMM kepada BPN RI dengan no 781-330.1.D.II.3 yang ditandatangani oleh direktur penetapan batas bidang Tanah dan Ruang BPN Pusat. Ir. Ibnu Wardono dan ditujukan ke BPN Provinsi Lampung pada tanggal 2 Maret 2007.
Ormas dari Laskar Pembaharuan Masyarakat Lampung (LPML) kini telah membawa dugaan penyimpangan prosedur oleh Bupati Way Kanan itu, ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Ketua LPML, H. Ismail Zulkarnain, menyatakan langkah ormas yang dipimpinnya mengadukan dugaan korupsi yang dilakukan oleh Bupati Way Kanan ke KPK, karena penerbitan izin lokasi yang diberikan kepada PT BMM atas lahan seluas 4.650 hektar melanggar peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Dijelaskannya, dalam surat ‘penolakan’ itu, bahwa BPN RI menolak permohonan pengukuran yang diajukan PT BMM lahan seluas 4.650 hektar melalui suratnya No.01/BMM-KD/II/2007 tertanggal 2 Februari tahun 2007 lalu.
Bahkan, lanjut Ismail, pemberian izin lokasi dari Pemkab Waykanan kepada PT BMM dengan No. 141/B.103/01-WK/HK/2006, kental bernuansa KKN, karena tidak melibatkan kantor BPN Kabupaten Waykanan dan tidak adanya koordinasi dengan PTPN VII sebagai pengelola awal pemegang hak atas lahan tersebut.
"Oleh karena itu, kami mengharapkan agar Bupati Waykanan membatalkan izin lokasi yang diberikan kepada PT BMM. Dan menghimbau perusahaan swasta itu untuk menhentikan aktivitas usaha di lahan yang masih milik PTPN VII, guna menghindari konflik di lapangan" ujar Ismail.
Hasil penelusuran On Line kepada Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara (BUMN) melalui Deputi Bidang Usaha Agro Industri Kehutanan, Kertas, Percetakan dan Penerbitan, Agus Pakhpakhan melayangkan surat No. S-30/MBU.4/2007, 29 Oktober 2007 ke PT BMM terkait penjelasan asset tanah seluas 4.650 hektar yang terletak di Kampung Negeri Besar, Kali Awi, Tiuh Baru dan Kiling-Kiling, Kecamatan Negeri Besar Kabupaten Waykanan.
Dalam surat itu, diantaranya dikatakan berdasarkan data dan dokumen pada PTPN VII merupakan tanah negara eks HPH PT BG Dasaad yang dicanangkan pemerintah bagi PTP XXXI-XXII (sekarang PTPN VII) dalam rangka memenuhi kebutuhan bahan baku tebu sebagai upaya mencukupi kebutuhan gula nasional. Hal itu sesuai Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Lampung No. G/265/Bappeda/HK/1980, 26 November 1980 tentang pencadangan areal seluas 5.000 hektare untuk PTP XXXI-XXII. Kemudian, lahan yang dicadangkan Gubernur Lampung kepada PTPN itu ditindaklanjuti oleh Bupati Kepala Daerah Tingkat II Lampung Utara (Lampura) yang dituangkan dalam surat keputusan No. OP.000/B.52/BG.1/HK/1984 pada 18 April 1984 dan No. OP.000/B.68/BG.1/HK/1984, 5 Juni 1984. selanjutnya berdasarkan surat itu maka PTP XXXI-XXII memberikan ganti rugi tanam tumbuh kepada masyarakat penggarap areal tersebut sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Berdasarkan dokumen itu disimpulkan bahwa areal tersebut sudah tercantum dalam naraca aset dari PTPN VII, maka secara de facto dan de jure PTPN VII merupakan pemegang hak atas areal dimaksud merupakan areal tanah negara yang dicanangkan bagi pengembangan perkebunan tebu dalam rangka memenuhi kebutuhan gula nasional, jadi bukan milik perseorangan dan berdasarkan dokumken yang ada PTPN VII adalah pemegang hak atas areal yang telah diperoleh sesuai dengan prosedur dan ketentuan yang berlaku.

Heri Ch Burmelli, Lampung

Jurus 'Dewa Mabuk' Gubernur Lampung

GUBERNUR ‘ GAYA KOBOY’ PROPINSI LAMPUNG
ROLLING PEJABAT BESAR-BESARAN
KANGKANGI PERATURAN PEMERINTAH


Entah apa yang ada dibenak Syamsurya Ryacudu. Sejak dilantik oleh Mendagri Mardiyanto sebagai Gubernur Lampung, menggantikan Sjachroedin ZP yang ‘turun gelanggang’ untuk mencalonkan kembali.
Syamsurya Ryacudu yang sebelumnya menjabat Wakil Gubernur, langsung bikin gebrakan rolling pejabat besar-besaran. Seakan menyimpan dendam, pada Kepala Dinas dan pejabat yang kurang ‘menghargai’ nya saat menjadi Wagub. Dalam waktu kurang dari 10 hari mulai ‘dibantai’ dengan istilah mutasi, diberhentikan bahkan tak sedikit yang di non job kan.
Dalam kurun waktu satu bulan, Sejak 2 juli 2008 hingga saat ini. Syamsurya Ryacudu telah melakukan rolling sebanyak 3 kali.
Pertama, Senin tanggal 7 Juli 2008, Syamsurya Ryacudu memindahkan posisi 8 pejabat, memensiunkan 4 pejabat sekaligus menon job kan 4 eselon II.
Kedua, Jum’at tanggal 18 Juli 2008, menon job kan 13 pejabat eselon II sekaligus melantik 32 pejabat pada beberapa dinas.
Ketiga, Syamsurya Ryacudu merolling 48 pejabat eselon II, III dan IV.
Dalam beberapa kesempatan Syamsurya Ryacudu, kerap mengatakan akan menghabiskan ‘orang-orang’ Gubernur sebelumnya. Benar tidaknya sinyalemen tersebut. Dijawab dengan kenyataan dilapangan.
Ironisnya, tidak sedikit para pejabat dari daerah salah satu Incumbent utamannya Lampung Selatan yang masuk ke Provinsi. Menjadi pertanyaan banyak pihak, adanya eksodus pejabat dari Kabupaten tersebut. Oleh karenanya beberapa pengamat mengatakan bahwa selain untuk memutus mata rantai Sjachroedin ZP yang ikut dalam pertarungan Pilgub. Syamsurya sebagai Gubernur juga menjadi ‘pemain’ bagi salah satu pasangan calon pada Pemilihan Gubernur Lampung.
Celakanya, menurut Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) Depdagri Saut Situmorang mengakui bahwa kebijakan mutasi pegawai yang dilakukan Syamsurya belum pernah dikonsultasikan kepada Mendagri. Menurutnya, mutasi pejabat hanya dapat dilakukan gubernur atas persetujuan Mendagri, Gubernur pengganti tidak boleh melakukan hal-hal yang bersifat fundamental dan radikal.
Pernyataan Kapuspen Depdagri sesuai dengan PP 49/2008 dan Perubahan Ketiga PP 6/2005 tentang Pemilihan, Pengesahan, Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah. Dalam pasal 132 ayat 1 PP itu disebutkan bahwa kepala daerah yang menggantikan kepala daerah yang mengundurkan diri untuk mencalonkan gubernur tidak diperkenankan memutasi pegawai atau membatalkan perizinan, yang bertentangan yang dikeluarkan pejabat sebelumnya.
Prilaku Syamsurya Ryacudu yang mengangkangi Peraturan Pemerintah No 49/2008 jelas-jelas merupakan kesalahan mendasar yang tidak termaafkan. Selain telah mengganggu roda pemerintahan provinsi Lampung – juga merusak sistem kepegawaian secara umum.
Karenanya, bila melihat sepak terjang Syamsurya, justru memperlihatkan arogansi seorang penguasa dan para pejabat diibaratkan hanya sebagai patung yang tidak memiliki posisi tawar sama sekali. Penilaian dan pembinaan pejabat hanya didasarkan pada like and dislike bukan karena prestasi kerja.
Kondisi ini bukan mutlak kesalahan Syamsurya Ryacudu sepenuhnya, Sekda Propinsi Lampung Irham Djafar Lan Putera yang juga sebagai Ketua Baperjakat (Badan Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan) juga menjadi pihak yang paling bertanggung jawab. Bagaimanapun Irham Djafar Lan Putera mempunyai andil ‘pengkajian’ atas pejabat-pejabat yang ditempatkan sebelumnya. Bukan lalu menjadi tukang stempel maunya Gubernur. Hal ini memperlihatkan tidak bisa menjadi dinamisator dan katalisator birokrat Lampung menyikapi ‘ambisi’Gubernurnya, termasuk memperlihatkan kualitasnya yang tidak ‘PAS’ untuk jabatan seorang birokrat nomor wahid di Propinsi Lampung.
Fungsi Sekda yang juga Ketua Baperjakat, selayaknya bukan ABS (Asal Bapak Senang) – Ketika Gubernur terdahulu menjabat pakai si A – Gubernur hari ini menjabat pakai si B buang si A dan Besok dengan Gubernur yang lain pakai si C buang yang B.
Oleh karenanya Mendagri harus mengambil sikap tegas atas, semua kesewenang-wenangan pejabat. Bila tidak, birokrasinya bukan melayani rakyat, tapi terdidik menjadi para penjilat atasan.

Heri Ch Burmelli, Lampung